Advertisement

  • Sejarah Sumenep



    SEJARAH KABUPATEN SUMENEP

    Oleh : Bangkalan Memory
    Minggu, 01 Juni 2008
    Sumenep merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang berada di ujung paling Timur Pulau Madura, bisa dibilang sebagai salah satu kawasan yang terpenting dalam sejarah Madura. Kita dapat menjumpai situs-situs kebudayaan yang sampai hari ini masih menjadi obyek pariwisata. Diantaranya yang kita ketahui adalah kereta kencana peninggalan raja Sumenep, alun-alun (taman bunga) yang konsep bangunannya memiliki kekhasan ala bangunan kerajaan, Masjid Jamik atau Masjid Agung yang terletak di jantung Kota Sumenep, Masjid ini termasuk salah satu masjid tertua di Indonesia yang dibangun pada tahun 1779 M sampai 1787 M oleh Panembahan Sumolo, Kraton Sumenep

    more
  • Sejarah Pamekasan



    SEJARAH KABUPATEN PAMEKASAN

    Oleh : Bangkalan Memory
    Kamis, 06 November 2008

    Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.

    more
  • Sejarah Sampang



    SEJARAH KOTA SAMPANG

    Oleh : Bangkalan Memory
    Sabtu, 06 Desember 2008

    Pada Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri. Sewaktu Majapahit mulai mundur di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng, Putera Raja Majapahit dengan Puteri Campa.

    more
  • Sejarah Bangkalan


    Kelahiran JOKOTOLE dan AGUS WEDI

    Oleh : Bangkalan Memory
    Minggu, 29 Maret 2009
    Ketika Raja Mandaraga wafat, jenazahnya dimakam­kan di tempat itu juga (sekarang Mandaraga menjadi sebuah kampung di Desa Keles Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep). Di sebelah timur laut sumber Mandaraga adalah makam Pangeran Mandaraga, yang oleh orang-orang desa itu disebut "Asta Patapan", (makam pertapaan), karena pada zaman dahulu banyak orang yang datang bertapa di tempat yang dikera­matkan itu.
    Tak banyak diceritakan mengenai kehidupan Raja Mandaraga termasuk kedua puteranya, yaitu Pangeran Bukabu dan Pangeran Baragung. Yang diceritakan hanya Pangeran Bukabu dan Pangeran Baragung meninggal dunia. Jenazah Pangeran Bukabu dimakamkan di Bukabu (sekarang Bukabu menjadi sebuah desa di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep). Sedangkan Pangeran Baragung dimakamkan di Baragung (sekarang Baragung menjadi sebuah desa di Kecamatan Guluk-Guluk Kabu­paten Sumenep). Pangeran Bukabu banyak menurunkan Para Kyai dan alim ulama di Madura umumnya dan di Sumenep pada khususnya.
    Pangeran Baragung meningggalkan seorang puteri yang bernama Endhang Kilengan. Ia bersuamikan Bramakanda. Dan, dalam perkawinannya itu, mereka dikarunia seorang putera yang bernama Wagungrukyat. Setelah Wagungrukyat menginjak dewasa, ia menjadi raja di Sumenep, dengan julukan Pangeran Saccadining­rat. Keratonnya terletak di Desa Banasare (sekarang Ba­nasare termasuk Kecamatan Rubaru).
    Pangeran Saccadiningrat kawin dengan saudara sepupu ibunya, yaitu Dewi Sarini. Tidak lama mereka dikaruniai seorang puteri bernama Saini, dengan julukan Raden Ayu Potre Koneng. Kulitnya mengkilat serta me­miliki wajah yang sangat cantik.


    Kerapan Sapi

    Oleh : Bangkalan Memory
    Minggu, 29 Maret 2009

    Madura tidak hanya terkenal karena hasil garamnya, namun lebih daripada itu Pulau Madura dikenal dengan tradisi adu pacu sapinya yang disebut "kerapan". Kebiasaan memacu binatang peliharaan di arena memang sudah menjadi kegemaran penduduk Madura sejak dahulu kala. Di Madura tidak hanya hewan peliharaan sapi yang diadu cepat, tetapi juga kerbau seperti yang terdapat di Pulau Kangean. Adu cepat kerbau itu disebut "mamajir". Sapi atau kerbau yang adu cepat itu, dikendarai oleh seorang joki yang disebut tukang tongko. Tukang tongko tersebut berdiri di atas "kaleles" yang ditarik oleh sapi atau kerbau pacuan


    SEJARAH DAN MAKNA PEMUGARAN MASJID AGUNG BANGKALAN

    Oleh : Bangkalan Memory
    Jumat, 21 November 2008



    Konon dalam ungkapan cerita para sesepuh yang sudah merakyat bahwa Sultan R. Abd. Kadirun selain terkenal sebagai Sultan yang digdaya, juga dikenal sebagai Sultan yang soleh dan alim dalam ilmu agama.

    more
  • Kerapan Sapi


    Kerapan atau karapan sapi adalah satu istilah dalam bahasa Madura yang digunakan untuk menamakan suatu perlombaan pacuan sapi. Ada dua versi mengenai asal usul nama kerapan. Versi pertama mengatakan bahwa istilah “kerapan” berasal dari kata “kerap” atau “kirap” yang artinya “berangkat dan dilepas secara bersama-sama atau berbondong-bondong”. Sedangkan, versi yang lain menyebutkan bahwa kata “kerapan” berasal dari bahasa Arab “kirabah” yang berarti “persahabatan”. Namun lepas dari kedua versi itu, dalam pengertiannya yang umum saat ini, kerapan adalah suatu atraksi lomba pacuan khusus bagi binatang sapi. Sebagai catatan, di daerah Madura khususnya di Pulau Kangean terdapat lomba pacuan serupa yang menggunakan kerbau. Pacuan kerbau ini dinamakan mamajir dan bukan kerapan kerbau.

    Asal usul kerapan sapi juga ada beberapa versi. Versi pertama mengatakan bahwa kerapan sapi telah ada sejak abad ke-14. Waktu itu kerapan sapi digunakan untuk menyebarkan agama Islam oleh seorang kyai yang bernama Pratanu. Versi yang lain lagi mengatakan bahwa kerapan sapi diciptakan oleh Adi Poday, yaitu anak Panembahan Wlingi yang berkuasa di daerah Sapudi pada abad ke-14. Adi Poday yang lama mengembara di Madura membawa pengalamannya di bidang pertanian ke Pulau Sapudi, sehingga pertanian di pulau itu menjadi maju. Salah satu teknik untuk mempercepat penggarapan lahan pertanian yang diajarkan oleh Adi Polay adalah dengan menggunakan sapi. Lama-kelamaan, karena banyaknya para petani yang menggunakan tenaga sapi untuk menggarap sawahnya secara bersamaan, maka timbullah niat mereka untuk saling berlomba dalam menyelesaikannya. Dan, akhirnya perlombaan untuk menggarap sawah itu menjadi semacam olahraga lomba adu cepat yang disebut kerapan sapi.

    Macam-macam Kerapan Sapi
    Kerapan sapi yang menjadi ciri khas orang Madura ini sebenarnya terdiri dari beberapa macam, yaitu:
    1. Kerap Keni (kerapan kecil)
    Kerapan jenis ini pesertanya hanya diikuti oleh orang-orang yang berasal dari satu kecamatan atau kewedanaan saja. Dalam kategori ini jarak yang harus ditempuh hanya sepanjang 110 meter dan diikuti oleh sapi-sapi kecil yang belum terlatih. Sedangkan penentu kemenangannya, selain kecepatan, juga lurus atau tidaknya sapi ketika berlari. Bagi sapi-sapi yang dapat memenangkan perlombaan, dapat mengikuti kerapan yang lebih tinggi lagi yaitu kerap raja.

    2. Kerap Raja (kerapan besar)
    Perlombaan yang sering juga disebut kerap negara ini umumnya diadakan di ibukota kabupaten pada hari Minggu. Panjang lintasan balapnya sekitar 120 meter dan pesertanya adalah para juara kerap keni.

    3. Kerap Onjangan (kerapan undangan)
    Kerap onjangan adalah pacuan khusus yang para pesertanya adalah undangan dari suatu kabupaten yang menyelenggarakannya. Kerapan ini biasanya diadakan untuk memperingati hari-hari besar tertentu.

    4. Kerap Karesidenen (kerapan tingkat keresidenan)
    Kerapan ini adalah kerapan besar yang diikuti oleh juara-juara kerap dari empat kabupaten di Madura. Kerap karesidenan diadakan di Kota Pamekasan pada hari Minggu, yang merupakan acara puncak untuk mengakhiri musim kerapan.

    5. Kerap jar-jaran (kerapan latihan)
    Kerapan jar-jaran adalah kerapan yang dilakukan hanya untuk melatih sapi-sapi pacuan sebelum diturunkan pada perlombaan yang sebenarnya.

    Pihak-pihak yang Terlibat dalam Permainan Kerapan Sapi
    Kerapan sapi adalah salah satu jenis permainan rakyat yang banyak melibatkan berbagai pihak, yang diantaranya adalah: (1) pemilik sapi pacuan; (2) tukang tongko (orang yang bertugas mengendalikan sapi pacuan di atas kaleles); (3) tukang tambeng (orang yang menahan tali kekang sapi sebelum dilepas); (4) tukang gettak (orang yang menggertak sapi agar pada saat diberi aba-aba dapat melesat dengan cepat); (5) tukang tonja (orang yang bertugas menarik dan menuntun sapi); dan (6) tukang gubra (anggora rombongan yang bertugas bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapi pacuan).

    Jalannya Permainan
    Sebelum kerapan dimulai semua sapi-kerap diarak memasuki lapangan. Kesempatan ini selain digunakan untuk melemaskan otot-otot sapi, juga merupakan arena pamer keindahan pakaian dan hiasan dari sapi-sapi yang akan dilombakan. Setelah parade selesai, pakaian dan seluruh hiasan itu mulai dibuka. Hanya pakaian yang tidak mengganggu gerak tubuh sapi saja yang masih dibiarkan melekat.

    Setelah itu, dimulailah lomba pertama untuk menentukan klasemen peserta. Seperti dalam permainan sepak bola, dalam babak ini para peserta akan mengatur strategi untuk dapat memasukkan sapi-sapi pacuannya ke dalam kelompok “papan atas” agar pada babak selanjutnya (penyisihan), dapat berlomba dengan sapi pacuan dari kelompok “papan bawah”.

    Selanjutnya adalah babak penyisihan pertama, kedua, ketiga dan keempat atau babak final. Dalam babak penyisihan ini, permainan memakai sistem gugur. Dengan perkataan lain, sapi-sapi pacuan yang sudah dinyatakan kalah, tidak berhak lagi ikut dalam pertandingan babak selanjutnya. Sedangkan, bagi sapi pacuan yang dinyatakan sebagai pemenang, nantinya akan berhadapan lagi dengan pemenang dari pertandingan lainnya. Begitu seterusnya hingga tinggal satu pemain terakhir yang selalu menang dan menjadi juaranya.

    Nilai budaya
    Permainan kerapan sapi jika dicermati secara mendalam mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai itu adalah: kerja keras, kerja sama, persaingan, ketertiban dan sportivitas.

    Nilai kerja keras tercermin dalam proses pelatihan sapi, sehingga menjadi seekor sapi pacuan yang mengagumkan (kuat dan tangkas). Untuk menjadikan seekor sapi seperti itu tentunya diperlukan kesabaran, ketekunan dan kerja keras. Tanpa itu mustahil seekor sapi aduan dapat menunjukkan kehebatannya di arena kerapan sapi.

    Nilai kerja sama tercermin dalam proses permainan itu sendiri. Permainan kerapan sapi, sebagaimana telah disinggung pada bagian atas, adalah suatu kegiatan yang melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak itu satu dengan lainnya saling membutuhkan. Untuk itu, diperlukan kerja sama sesuai dengan kedudukan dan peranan masing-masing. Tanpa itu mustahil permainan kerapan sapi dapat terselenggara dengan baik.

    Nilai persaingan tercermin dalam arena kerapan sapi. Persaingan menurut Koentjaraningrat (2003: 187) adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk melebihi usaha orang lain dalam masyarakat. Dalam konteks ini para peserta permainan kerapan sapi berusaha sedemikian rupa agar sapi aduannya dapat berlari cepat dan mengalahkan sapi pacuan lawan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, masing-masing berusaha agar sapinya dapat melakukan hal itu sebaik-baiknya. Jadi, antarpeserta bersaing dalam hal ini.

    Nilai ketertiban tercermin dalam proses permainan kerapan sapi itu sendiri. Permainan apa saja, termasuk kerapan sapi, ketertiban selalu diperlukan. Ketertiban ini tidak hanya ditunjukkan oleh para peserta, tetapi juga penonton yang mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat. Dengan sabar para peserta menunggu giliran sapi-sapi pacuannya untuk diperlagakan. Sementara, penonton juga mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Mereka tidak membuat keonaran atau perbuatan-perbuatan yang pada gilirannya dapat mengganggu atau menggagalkan jalannya permainan.

    Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada. (ali gufron) :)

    more



Tab 2.1
Tab 2.2
Tab 2.3
Tab 3.1
Tab 3.2
Tab 3.3

translate

Featured Video

Photos